Kasus Pembongkaran Villa Puncak dari Sudut Pandang Sosiologi
Sudah 32 Vila Ilegal di Puncak Dibongkar
- Rabu, 27 November 2013 | 08:43
WIB
BOGOR, KOMPAS.com —
Pemerintah Kabupaten Bogor melanjutkan program pembongkaran 239 bangunan ilegal
di Megamendung dan Cisarua atau Puncak. Sebanyak 31 vila dan 1 resor tanpa izin
telah dibongkar. Pembongkaran semua bangunan itu ditargetkan selesai akhir
2013.
Pembongkaran
perdana terjadi pada satu resor di Sukagalih, Megamendung, Kamis (3/10).
Selanjutnya, pembongkaran mencakup 21 vila mewah milik 10 orang di Tugu Utara,
Cisarua, Kamis (20/11). Berikutnya, pembongkaran mencakup 41 vila mewah milik
16 orang di Tugu Utara, Cisarua, Senin.
Namun, untuk pembongkaran 41 vila mewah terkendala cuaca dan teknis.
Sampai Selasa (16/11), dari 41 bangunan itu, yang sudah dibongkar ada 10 unit. Dengan demikian, sejak Oktober 2013,
sudah ada 32 bangunan ilegal yang dibongkar.
Salah satu
vila mewah yang dibongkar milik pengusaha telekomunikasi berinisial PS. Sejak
Senin hingga Selasa pukul 16.00, bangunan belum
bisa sepenuhnya diruntuhkan.
Petugas
gabungan dari satpol PP, Polri, dan TNI menggunakan backhoe loader untuk
merobohkan bangunan mewah empat lantai. Bangunan itu memiliki fasilitas kolam
renang, parabola, bak penyedotan, dan penyaluran air. Vila itu ditaksir
bernilai fisik Rp 7 miliar dan bertarif sewa Rp 8 juta-Rp 10 juta per hari.
”Bangunan kokoh sehingga sulit ditumbangkan,” kata Sekretaris Satpol PP
Kabupaten Bogor Aries Mulyanto.
Menurut
catatan satpol PP, selain bangunan seluas 1.000 meter per segi yang dirobohkan,
PS juga masih memiliki enam vila dalam
area seluas 2,5 hektar.
Pembongkaran
hari kedua berlangsung Selasa pagi. Namun, pembongkaran ditunda karena kabut tebal, angin, dan gerimis. Kondisi itu
membahayakan operator backhoe loader dan jalannya pembongkaran. Aktivitas
dilanjutkan pukul 11.30 saat cerah hingga menjelang malam.
Selain
membongkar vila mewah milik PS, petugas gabungan juga membongkar tiga bangunan
milik BS, pengusaha. BS datang dan
meminta penundaan pembongkaran dengan alasan akan dibongkar sendiri.
Namun,
permintaan itu tidak digubris petugas gabungan. BS yang datang bersama tokoh
agama setempat dengan naik mobil Mercedes Benz itu kemudian pergi dan tidak
bisa menahan pembongkaran.
Kendala
terasa saat petugas gabungan hendak membongkar dua vila milik Komisaris Besar
TE, dosen STIK. Bangunan yang akan dibongkar itu berada di bawah vila milik BS
yang sedang dirobohkan. Sejumlah orang yang mengaku sebagai pengawal vila TE
meminta pembongkaran ditunda.
”Tidak bisa ditunda, pokoknya
dibongkar,” kata Kepala Satpol PP Kabupaten Bogor Dace Supriadi. (bro)
Pada artikel
diatas terdapat permasalahan yang serius mengenai komunikatif yang seharusnya
menjadi perhatian khusus dari pemerintah. Tetapi pemerintah malah tak ambil
pusing dalam menyikapi permasalahan villa di puncak. Dalam kasus ini analisis objek yang menjadi bahan pokok
komunikasi adalah pemerintah dengan warga yang memiliki pengaruh di kawaan
puncak yang dalam hal ini adalah perangkat desa. Hal itu dikarenakan pembangunan vila tidak akan terealisasi jika
perangkat desa yang ada di kawasan puncak tidak memberikan ijin pembangunan.
Kasus
pembongkaran villa di Puncak Bogor, Jawa Barat yang menimbulkan konflik antara
pihak Satpol PP dengan warga terutama yang memiliki vila diwilayah yang
diperuntukan sebagai daerah resapan air dan konservasi alam memiliki keterkaitan dengan konsep dari
Jurgen Habermas yaitu Ruang Publik. Dalam konsep Ruang Publik menurut Jurgen
Habermas dimaksudkan digunakan bersama sebagai ruang untuk komunikasi,interaksi
dan rekreasi. Pada kasus ini, ruang
publik telah didominasi oleh pihak-pihak
tertentu yaitu untuk kepentingan pribadi seperti mendirikan vila. Padahal
seharusnya ruang publik adalah milik bersama tidak ada dominasi kekuasaan dari
pihak-pihak tertentu. Dengan adanya
dominasi tersebut memicu terjadinya konflik antara pemerintah dengan pemilik
vila.
Untuk mengatasi
konflik tersebut pendekatan yang bisa dilakukan adalah dengan konsep ruang
publik, dimana pihak-pihak yang berkonflik dipertemukan dalam satu wadah
tertentu untuk membicarakan konflik yang terjadi diantara
mereka. Bagi
Habermas, ruang publik memiliki peran yang cukup berarti dalam proses
berdemokrasi. Ruang publik merupakan ruang demokratis atau wahana
diskursus masyarakat, yang mana warga negara dapat menyatakan opini-opini,
kepentingan-kepentingan dan kebutuhan-kebutuhan mereka secara diskursif. Ruang
publik merupakan syarat penting dalam demokrasi.
Dalam konflik
yang terjadi antara pemilik vila dengan pemerintah dapat dipertemukan dalam
mediasi untuk menyelesaikan konflik yang terjadi. Mediasi merupakan salah satu
cara menyelesaikan konflik dengan jalan perdamaian. Komunikasi yang terjadi
ketika pihak-pihak yang berkonflik melakukan mediasi maka diharapkan adanya
kesepakatan dari kedua belah pihak untuk menyelesaikan masalah-masalahnya. Habermas
menawarkan sebuah masyarakat tanpa dominasi, paksaan dan bebas penguasaan. Dimana dalam mediasi pihak-pihak yang dipertemukan tidak lagi
didominasi oleh status sebagai pemilik atau penguasa melainkan netral.
Tindakan komunikatif adalah
bagaimana komunikasi subjek–objek, sedangkan rasionalitas komunikatif menekankan pada
komunikasi intersubjektif (subjek–subjek). Dalam konsep komunikasi intersubjektif
ini, Habermas menghendaki bahwa komunikasi yang dilakukan antara dua subjek
sama kedudukannya, dialogis,dan didasarkan atas argumen yang rasional, saling
pengertian. Dengan demikian, konsensus atau kesepakatan yang dihasilkan adalah
lahir dari pemahaman intersubjektif peserta diskusi.
Dari konsep diatas dapat
diaplikasikan dalam kasus ini mengenai bagaimana tindakan komunikatif
pemerintah dengan perangkat desa dengan cara saling mencerdaskan ketentuan-
ketentuan untuk mendirikan sebuah bangunan, hal – hal yang akan disampaikan
meliputi : standart administrasi yang lengkap sebagai syarat pendirian
bangunan, termasuk dalam hal kepemilikan IMB (Ijin Mendirika Bangunan).
Bagaimana pemerintah
mengkomunikasikan dan menjelaskan kawasan – kawasan mana saja yang tidak
diperbolehkan untuk didirikan bangunan, sehingga banguna bangunan ilegal itu
akan mudah untuk terdeteksi untuk ditindak lanjuti dari perangkat desa dan
dilaporkan ke pemerintah .
Daftar
Pustaka
Fransisko Budi Hardiman. 1993.
Menuju
Masyarakat Komunikatif. Yogyakarta
:Kansius
Comments